top of page
  • Writer's pictureSenat Mahasiswa

Essay Isu Kesehatan oleh Fika Maziya Yusuf

Sejak akhir Desember 2019 terjadi wabah virus yang berasal dari China, khususnya didaerah Wuhan, yang dengan sangat cepat menyebar ke seluruh dunia dalam waktu 2 bulan, hingga World Health Organization (WHO) menetapkan COVID-19 (Coronavirus Disease) sebagai pandemi global. Jumlah kasus masyarakat Indonesia yang terjangkit COVID-19 terus bertambah setiap harinya. Hingga 5 Februari 2021 jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia tercatat 1,12 juta dengan tingkat kematian sebanyak lebih dari 31 ribu jiwa. Melihat pesatnya penyebaran COVID-19 ini serta bahaya yang akan muncul jika tidak segera ditangani, salah satu harapan terbesar untuk menghentikan pandemi COVID-19 adalah vaksin. Terdapat berbagai jenis vaksin COVID-19 di dunia antara lain AstraZeneca dari Inggris, Moderna dan Pzifer dari Amerika Serikat, Gamaleya dari Rusia dan Sinovac dari China. Namun saat ini pemerintah Indonesia memutuskan untuk menggunakan vaksin Sinovac untuk didistribusikan kepada masyarat. Namun, keputusan tersebut menuai kontroversi di tengah masyarakat. Banyak yang tidak setuju, bahkan enggan untuk dilakuan vaksinasi karena berbagai alasan.


Dalam era pandemi seperti sekarang, pemerintah khususnya, dituntut untuk bergerak cepat untuk menghentikan penyebaran virus tersebut. Salah satu upaya pemerintah yang saat ini sedang berjalan adalah program vaksinasi COVID-19 dengan menggunakan vaksin CoronaVac yang diproduksi oleh Sinovac Biotech, sebuah perusahaan farmasi yang berbasis di Beijing, China.


Namun, masih banyak masyarakat yang tidak setuju karena efikasi vaksin Sinovac lebih rendah dibandingkan vaksin-vaksin lainnya yaitu sebesar 65,3%, serta beredar kabar bahwa vaksin Sinovac memiliki efek samping yang berbahaya. Selain itu, masyarakat juga mempertanyakan apakah pembuatannya benar-benar baik atau tidak. Vaksin membutuhkan proses pembuatan yang panjang, paling tidak perlu waktu 10 tahun, sedangkan vaksin untuk COVID-19 melalui uji coba belum sampai setahun, sehingga masyarakat khawatir akan sisi keamanannya. Pro dan kontra vaksin ini semakin memanas karena dibumbui dengan isu politik hingga masalah komunisme China.


Terlepas dari pro kontra masyarakat, tentunya pemerintah memiliki alasan tersendiri untuk memilih vaksin COVID-19 yang digunakan di Indonesia. Hasil efikasi vaksin Sinovac sendiri telah memenuhi persyaratan WHO dimana nilai minimal efikasi vaksin adalah 50%. Vaksin Sinovac telah melewati berbagai uji untuk dapat dikatakan aman dalam penggunaannya. Menurut Kepala Badan POM hasil evaluasi vaksin Sinovac aman, dengan kejadian efek samping ringan hingga sedang. Efek samping tersebut tidak berbahaya dan dapat pulih kembali. Vaksin Sinovac juga telah menunjukkan kemampuan dalam pembentukan antibodi di dalam tubuh dan juga kemampuan antibodi dalam membunuh atau menetralkan virus (imunogenisitas). Hal tersebut terbukti pada uji klinis fase 1, 2, dan 3. Selain itu, vaksin Sinovac dapat disimpan pada suhu lemari es (2°C hingga 8°C). Hal tersebut memudahkan distribusi vaksin ke negara beriklim tropis seperti Indonesia dibandingkan vaksin lain seperti Moderna yang harus disimpan pada suhu -20°C ataupun Pfizer -70°C.


COVID-19 merupakan penyakit baru dan belum ada obat yang pasti untuk menyembuhkannya. Yang dapat dilakukan adalah mencegah penularannya, salah satunya dengan vaksinasi. Semakin banyak individu yang divaksin, maka populasi akan semakin aman karena semakin banyak yang imun atau kebal terhadap penyakit tersebut. Saat ini, Sinovac merupakan vaksin yang dipilih pemerintah Indonesia untuk didistribusikan kepada masyarakat. Dalam masa darurat seperti ini, tentunya pemilihan vaksin tersebut didasarkan alasan-alasan yang telah teruji klinis aman, efektif, dan bermutu. Perlunya edukasi kepada masyarakat mengenai program vaksinasi sangatlah penting untuk menghindari isu-isu tidak sesuai yang beredar.

2,713 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page